JST- NEWS.COM – Budaya dalam pendidikan bangsa merupakan inti dari suatu proses. Semakin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya.
Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek yang didik dan seterusnya kemungkinan matinya kebudayaan itu sendiri.
Pendidikan dan kebudayaan saling terkait, yaitu dengan pendidikan bisa membentuk manusia atau insan yang berbudaya, dan dengan budaya pula bisa menuntun manusia untuk hidup yang sesuai dengan aturan atau norma yang dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan.
Kebudayaan suatu masyarakat akan mempengaruhi proses pembentukan kepribadian seorang individu dalam pendidikan. Dalam konsep ini, pendidikan tidak hanya diidentikkan sebagai kegiatan sekolah, tetapi juga proses pembudayaan dalam keluarga dan masyarakat serta lingkungan pendidikan.
Studi kasus guru & Ka dinas Pendidikan propinsi
Seorang guru bernama Amalia Wahyuni viral di media sosial terkait curhatannya yang diusir dari ruang rapat. Hal itu terjadi saat Amalia menegur Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan, Muhammadun yang merokok saat rapat di dalam ruangan ber-AC.
Amalia membagikan curhatannya melalui akun Instagram miliknya, @amaliawyn pada Senin (2/9/2024) yang kemudian menjadi viral.
Dari peristiwa itu, *guru mapel bukan guru Bimbingan Konseling (BK)* di salah satu SMK Kalimantan Selatan ini terancam diberhentikan dari sekolah tempatnya mengajar
Dari awal acara berjalan lancar, sampai suatu ketika pejabat-pejabat yang memberikan kata sambutan, panitia pelaksana berkata, ‘jika ada Kadisdikbudnya masuk, dimohon untuk tidak memainkan hp atau medsos, Karena beliau tidak suka ketika berbicara, ada yang main hp. Saya pikir, orang ini pasti berdedikasi tinggi terhadap jabatan, orang yang berwibawa, sampai-sampai harus seperti itu. Karena saya suka orang yang disiplin seperti itu, tidak berbicara/main hp, ketika ada orang di depan berbicara,” kata Amalia dalam keterangannya.
Namun ketika beliau datang, sungguh persepsi saya Langsung berubah. Beliau masuk ballroom dengan sandal. Kemudian dengan (menghisap) sebatang rokok, berjalan seperti orang yang bijaksana. Seketika mood saya langsung berubah, karena saya tidak tahan dengan asap rokok,” jelasnya.
Kemudian, saya pikir berhenti di situ saja. Setelah beliau duduk di meja atas, beliau turun ke bawah untuk berbincang dengan peserta. Namun masih menyalakan rokok. Kemudian, saya sampaikan dengan perlahan, ‘mohon maaf pak, saya tidak tahan mencium asap rokok’. Yang sangat saya sayangkan adalah, adab beliau di tengah-tengah rapat koordinasi, di ruangan ber-AC, yang mana angin yang dikeluarkan oleh AC, ya dari situ-situ juga. Otomatis asap pun akan menempel di mana-mana, juga keluar masuk Iewat.AC”
Yang sangat disayangkan lagi adalah saya disuruh keluar dari ruangan. Seharusnya beliaulah yang keluar dari ruangan atau mematikan rokok nya, mementingkan kesehatan rakyat atau anak buah nya daripada kesenangan dirinya., beliau menanyakan tempat bekerja saya.
Setelah saya keluar dari ruangan, tidak lama kemudian saya ditelepon oleh atasan saya, disuruh pulang,”
Sudah jelas tak semua ruang publik diperbolehkan rokok. “Analogi di sekolah saja termasuk kawasan tanpa rokok (KTR) hingga batas terluar
Siapapun yang melanggar, ada ancaman pidananya. Bahwa setiap orang yang sengaja merokok di tempat di luar peruntukkan -termasuk hotel- dapat dipidana denda Rp 50 juta. Itu sesuai Pasal 115 dan 119 UU Kesehatan nomor 36/2009.
UU no 25/2009
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik melalui pasal 6 ayat (1) menyatakan “Guna menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pembina dan penanggung jawab.” Strategisnya peran pejabat publik tersebut juga diiringi tanggung jawab yang tidak sederhana.
Oleh karena itu, setidaknya terdapat 3 (tiga) tugas pejabat publik yaitu :
Pertama, membantu masyarakat untuk memahami hak dan tanggung jawabnya. Bukan tanpa alasan hal ini dilakukan. *Semakin cair hubungan masyarakat dengan pejabat publik. Maka, semakin pola komunikasi yang terbentuk juga semakin baik*. Publik menjadi leluasa untuk menyampaikan persoalan yang dihadapi. Pejabat publik mengetahui akar persoalan. Hingga akhirnya, muncul kesadaran untuk *memahami hak dan kewajiban* satu sama lain.
Kedua, membangun iklim pelayanan publik yang sehat. *Budaya melayani* memang bukan hal yang baru. Pembangunan Zona Integritas dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani sebagaimana *Permenpan RB Nomor 10 Tahun 2019 telah menjadi kewajiban bagi penyelenggara*. Namun, budaya melayani tersebut hanya akan berhenti pada dokumen administratif apabila, tidak dilakukan dengan kesadaran penuh.
Ketiga, *terbuka dalam menyampaikan kondisi yang dihadapi internal*. Sebagai bagian dari demokrasi, persoalan internal yang dihadapi penyelenggara adalah informasi yang ingin diketahui publik. Kendati hal ini dianggap tabu oleh pejabat publik, namun tidak jarang pula kita mendengar dan menyaksikan pejabat publik melakukan taktik politik tanpa realisasi.
Pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut: adil dan tidak diskriminatif; cermat; *santun dan ramah*; tegas; andal, dan *tidak memberikan putusan yang berlarut-larut*; *profesional*; *tidak mempersulit*; patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; menjunjung tinggi nilai-nilai
Kepala Dinas Pendidikan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan bidang pendidikan meliputi pembiayaan, kurikulum, kebijakan dan standar, pendidik dan tenaga kependidikan, pengendalian mutu pendidikan serta sarana dan prasarana Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat dan pendidikan dasar dan menengah.
Dalam etika publik bisa diterjemahkan kebiasaan atas dasar kesepakatan sekelompok orang mengenai nilai-nilai baik atau buruk, benar atau salah menurut persepsi dan kesepakatan kelompok tersebut, sedangkan Moral merupakan tentang mana hal yang baik dan mana hal yang tidak baik. Sedangkan etika itu sendiri adalah tingkah laku yang dilakukan oleh manusia berdasarkan hal-hal yang sesuai dengan moral tadi. Etika juga diartikan sebagai filsafat bidang moral yang mengatur bagaimana manusia harus bertindak.
Kejadian oknum kepala dinas Pendidikan dan guru mapel perlu dikaji dan didiskusikan mekanisme pengangkatan nya di Indonesia,. Apakah karena prestasi (karir) atau unprestasi (politik) seseorang. Banyak kepala dinas yang *tidak memiliki kompetensi dan kredibilitas serta komitmen* yang jelas. Mau dibawa kemana urusan kita,.rusak tatanan pendidikan, budaya dan moral bangsa kita.
Kami cinta indonesia dengan pendidikan yang berbudaya, berkarakter dan bermartabat kalau ingin Indonesia emas tercapai.
Hidup Guru Indonesia
#gurucerdasberaniktitisprofesional#
Dr. H. Tri Leksono Ph,. S. Kom,. M. Pd,. Kons
Akademisi, pengamat pendidikan, ketua PD ABKIN Jateng, waka PP IIBKIN,
(Sukindar)