JST NEWS COM -Bandar LampungĀ Dalam sebuah peristiwa yang mengguncang dunia jurnalisme, Dewan Pakar Jaringan Serikat Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Lampung, Juniardi SH, MH, menyerukan tindakan tegas dari pihak Kepolisian. Juniardi mendesak agar pelaku pengancaman terhadap wartawan Slamet Riyadi segera ditangkap. Ancaman tersebut terjadi dengan senjata celurit saat Slamet menjalankan tugas jurnalistiknya, mencoba mengonfirmasi dugaan penimbunan BBM bersubsidi di Desa Sukamaju, Kecamatan Way Sulan, Lampung Selatan, pada 3 September 2024.
Juniardi menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Radan, pelaku pengancaman, tidak hanya merupakan pelanggaran pidana biasa tetapi juga melanggar Undang-Undang Pers. āMenghalangi tugas jurnalistik adalah kejahatan serius. Ini bukan sekadar pengancaman, tetapi bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang,ā ujar Juniardi penuh haru dan kemarahan.
Pasal 18 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjadi senjata hukumnya, yang jelas mengatur hukuman bagi siapa saja yang dengan sengaja menghalangi tugas wartawan. Ancaman hukuman maksimal dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta menjadi bukti betapa seriusnya tindakan semacam ini.
Juniardi juga menyuarakan kekhawatirannya terhadap kondisi pers di Lampung, yang dinilainya semakin rentan terhadap kekerasan dan ancaman. “Lampung adalah rumah bagi banyak wartawan yang berjuang di lapangan setiap hari, tetapi mereka kerap menghadapi kekerasan verbal hingga fisik. Indeks kemerdekaan pers di sini masih rendah, dan ini harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum,” ucapnya, mengingatkan akan pentingnya melindungi pilar demokrasi ini.
Kronologi Pengancaman: Nyawa di Ujung Celurit
Insiden pengancaman tersebut bermula ketika Slamet Riyadi, wartawan dari Lantangnews.id, mencoba mengonfirmasi dugaan penimbunan BBM bersubsidi di kediaman Radan. Namun, niat tulus untuk mencari kebenaran berubah menjadi ancaman mencekam ketika Radan tiba-tiba mengalungkan celurit di leher Slamet. Di hadapan anak dan istrinya, serta rekan kerja Slamet, Lina, ancaman tersebut terasa begitu nyata dan mengancam nyawa.
Slamet menjelaskan bahwa Radan awalnya mengakui aktivitas penimbunan BBM di rumahnya dan menyebutkan sumber pasokan BBM dari SPBU Tanjung Bintang. Namun, suasana berubah tegang saat Radan mulai marah dan menyebutkan keterlibatan pihak lain, termasuk seorang bernama Bos Carsim, yang diklaimnya sebagai aktor besar dalam bisnis BBM oplosan.
“Saya hampir tak percaya ketika celurit itu dikalungkan ke leher saya. Dalam sekejap, Radan berubah dari seseorang yang berbicara santai menjadi sosok yang mengancam nyawa saya,” ungkap Slamet dengan gemetar, mengenang detik-detik mencekam tersebut.
Sementara Lina, saksi di lokasi, tak bisa melupakan kengerian yang dirasakan. “Itu benar-benar momen yang menakutkan. Ancaman itu nyata, dan kami semua ketakutan. Slamet bisa saja terluka atau lebih buruk lagi,” kata Lina dengan suara bergetar.
Merasa nyawanya terancam, Slamet segera melaporkan insiden ini ke Polsek Katibung dengan nomor laporan STPL/646/IX/2024. Tindakan cepatnya menunjukkan betapa serius ancaman tersebut, dan dia berharap keadilan segera ditegakkan.
Seruan untuk Penindakan dan Usut Tuntas
Juniardi tidak hanya meminta penangkapan Radan tetapi juga mengharapkan pihak kepolisian mengusut lebih dalam mengenai dugaan bisnis BBM ilegal di wilayah tersebut. “Ini bukan hanya soal ancaman terhadap wartawan. Ini lebih besar. Ada praktik bisnis ilegal yang harus dibongkar, dan pelakunya harus ditindak tegas,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Kisah ini bukan sekadar soal ancaman terhadap satu orang, melainkan cerminan dari betapa berbahayanya menjalankan tugas jurnalistik di lingkungan yang dipenuhi ancaman. Pers yang seharusnya menjadi pilar kebenaran kini berhadapan dengan kekerasan dan intimidasi.
Dengan penuh harapan, Juniardi dan seluruh jurnalis di Lampung menanti tindakan tegas dari pihak kepolisian, bukan hanya untuk menangkap pelaku, tetapi juga mengusut hingga tuntas jaringan bisnis ilegal yang bersembunyi di balik ancaman tersebut. Sebab, di balik setiap ancaman, ada keberanian untuk terus mencari kebenaran, dan pers akan selalu berdiri di garis depan perjuangan ini. ( Red)